Menguatkan Ekosistem Inovasi: UIN Sunan Kalijaga Dorong Hilirisasi Riset ke Arah yang Lebih Berdampak
Yogyakarta, 27 November 2025 — UIN Sunan Kalijaga kembali memperkuat komitmennya dalam membangun ekosistem riset yang berkelanjutan dengan menggelar Workshop Hilirisasi Riset dan Inovasi pada Kamis, 27 November 2025 di Ruang Teatrikal Pusat Bahasa. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Pusat Inovasi, Kekayaan Intelektual, dan HilirisasiLPPM UIN Sunan Kalijaga sebagai bagian dari upaya mendorong lahirnya riset-riset yang tidak berhenti pada publikasi, tetapi juga dapat dimanfaatkan secara nyata oleh masyarakat maupun industri.
Pengantar: Menggeser Riset dari Publikasi Menuju Dampak Nyata
Mewakili LPPM, Dr. Rika Lusri Virga, S.IP., M.A. membuka kegiatan dengan menekankan bahwa tantangan riset perguruan tinggi saat ini bukan hanya menghasilkan publikasi, tetapi memastikan hasil penelitian memiliki keberlanjutan. “Riset bukan hanya berhenti pada publikasi, tetapi harus hadir sebagai solusi yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas,” tegasnya. Ia menilai bahwa perlindungan kekayaan intelektual, jejaring industri, dan pemahaman mekanisme hilirisasi menjadi kompetensi yang harus diperkuat oleh dosen. Dengan adanya kegiatan ini, dosen serta peneliti diharapkan lebih siap memetakan riset mereka untuk dapat dilisensikan, dikomersialisasikan, atau diadopsi sebagai solusi sosial.
Moderator sekaligus Koordinator Pusat Inovasi, Kekayaan Intelektual, dan HilirisasiLPPM UIN Sunan Kalijaga, Dr. Nita Handayani, M.Si.menegaskan bahwa posisi pusat ini masih tergolong baru di lingkungan UIN Sunan Kalijaga, sehingga ia memohon dukungan dari pada civitas akademika untuk dapat bekerja sama dalam berbagai hal, seperti pendirianstartup.
Prof. Sang Kompiang Wirawan: Hilirisasi sebagai Jalan Membangun Reputasi
Dalam paparannya, Prof. Sang Kompiang Wirawan, Ph.D. menegaskan bahwa kampus yang berdampak adalah kampus yang mampu menghadirkan riset yang relevan. Ia menguraikan rantai proses transfer teknologi, mulai dari audit invensi, perlindungan KI, valuasi, hingga negosiasi lisensi dan komersialisasi.
Prof. Sang menekankan perlunya membangun budaya inovasi yang konsisten, komunikasi yang terbuka antarpeneliti dan lembaga, serta kemauan inventor untuk berkolaborasi dengan industri. Menurutnya, riset yang tumbuh dari kebutuhan masyarakat akan lebih mudah dihilirisasi dibanding riset yang hanya lahir dari motif akademik.
Beliau juga memberikan arahan strategis bagi UIN, seperti pentingnya pendampingan KI sejak awal riset, perlunya business matching berkala, dan membuka peluang startup sebagai jalur lain dari komersialisasi inovasi.
Perspektif Industri: Pudak Scientific Bandung dan Pembelajaran dari Dunia Usaha
Setyo Budi Mulyono, Marketer Pudak Scientific, memberikan gambaran tentang dinamika hilirisasi dari sudut pandang industri. Pudak Scientific yang berdiri sejak 1978 kini menjadi salah satu perusahaan penyedia solusi pendidikan terlengkap, mulai dari alat peraga sains dan vokasi, furnitur laboratorium, hingga desain ruang pembelajaran.
Melalui beragam layanan seperti Pudak Training Center, pelatihan STEM, kelas vokasi, pelatihan daring, Pudak Goes to School, hingga kunjungan pabrik, Pudak menunjukkan bahwa hilirisasi bukan sekadar menghadirkan produk, tetapi juga membangun ekosistem belajar dan layanan yang mendukung pengguna akhir.
Pak Setyo menegaskan bahwa industri akan berkolaborasi dengan kampus apabila riset akademik mampu menyentuh kebutuhan praktis. Oleh karena itu, pola hubungan yang saling melengkapi perlu dijaga, termasuk melalui negosiasi yang sehat dan komunikasi terbuka.
Diskusi: Hilirisasi untuk Bidang Kebencanaan, Sosial-Agama, dan Biomedis
Diskusi berlangsung dinamis, terutama mengenai hilirisasi pada bidang yang tidak identik dengan manufaktur. Menanggapi pertanyaan peserta, Prof. Sang menjelaskan bahwa hilirisasi tidak selalu berbentuk produk fisik. Untuk riset kebencanaan, misalnya, bentuk hilirisasi dapat berupa modul edukasi, video sosialisasi, pelatihan bersama BNPB/BMKG, hingga penyewaan alat. Ia mengungkapkan bahwa salah satu sumber royalti terbesar di UGM justru berasal dari bidang kebencanaan.
Untuk ilmu sosial-agama, peluang hilirisasi meliputi pelatihan kepemimpinan, analisis konflik, program literasi politik, atau modul pendampingan masyarakat yang dapat didaftarkan sebagai hak cipta.
Sementara untuk bidang biomedis seperti kosmetik, jalur yang paling praktis adalah bekerja melalui startup yang kemudian menggandeng industri untuk mengurus izin BPOM, sehingga peneliti tetap dapat menjaga formula dan fokus pada pengembangan ilmiah.
Penutup: Langkah Awal Hilirisasi adalah Keberanian Memulai
Pada bagian akhir, para narasumber sepakat bahwa hilirisasi merupakan proses jangka panjang yang menuntut keberanian untuk memulai dan membangun komunikasi dengan para pemangku kepentingan. Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi UIN Sunan Kalijaga untuk memperkuat kapasitas civitas akademika dalam mengelola inovasi dan menghasilkan riset yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Dalam pernyataan akhir, Prof. Sang menekankan pesan sederhana: “Mulai saja dulu”, serta bangun komunikasi dengan pemangku kepentingan dan bawa persoalan nyata dari lapangan sebagai dasar inovasi.
Sementara itu, Pak Setyo menegaskan pentingnya kolaborasi berkelanjutan antara kampus dan industri agar inovasi dapat menemukan penggunanya.
Workshop ini menjadi langkah awal bagi UIN Sunan Kalijaga untuk membangun ekosistem hilirisasi yang kuat dan memperluas dampak riset bagi masyarakat.