Dari Tenong hingga TPQ: Mahasiswa KKN 296/117 Menyulam Aksi di Dayu
Pada 14 Juli 2025, suasana Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar, terasa berbeda ketika sekelompok mahasiswa UIN Sunan Kalijaga resmi menancapkan langkah pengabdian mereka di sana. Kelompok 296/117, dibimbing oleh Dr. Murtono, M.Si., dengan Naufal Fillah Attaqy sebagai ketua, menjadikan desa ini sebagai titik pusat pengabdian selama lebih dari satu bulan — hingga 19 Agustus 2025. Di bawah langit Karanganyar, mereka bergerak melebur bersama masyarakat, membawa ragam inisiatif dari edukasi, kebudayaan, hingga pengelolaan lingkungan.
Sejak hari pertama, mahasiswa langsung menjejak wilayah desa dengan aktivitas yang menyatu dengan karakter lokal. Mereka menelusuri Museum Klaster Dayu untuk wawancara dan observasi, mengunjungi produsen tenong di Dusun Tanjung untuk menyusun logo produk unggulan, serta membantu mengajar di TPQ An-Nur di dusun Tanjung. Langkah ini tidak hanya sebagai activity semata, melainkan proses adaptasi, mengenal lanskap sosial desa, sekaligus menjajaki potensi lokal yang bisa dikembangkan.
Di hari-hari berikutnya, kelompok mulai menyusun program kerja bersama dengan masyarakat. Mereka melaksanakan rapat kolaboratif antar KKN UIN, menyusun Rencana Program Kerja (RPK), hingga membuat proposal pengesahan RPK kepada Dosen Pembimbing Lapangan (DPL). Salah satu gagasan unggulan mereka adalah plang himbauan larangan membuang sampah sembarangan serta pendampingan pengolahan minyak jelantah menjadi lilin aromaterapi. Di TPQ An-Nur, mereka mengusung kosa kata Bahasa Arab sebagai bagian dari aktivitas sehari-hari bersama santri. Di masa itu pula, mahasiswa memperkenalkan program pendukung seperti video profil kesenian Gejug Lesung serta labeling produk tenongan untuk meningkatkan mutu branding potensi lokal.
Memasuki minggu kedua hingga keempat, aktivitas terasa semakin padat dan beragam. Mahasiswa aktif menjadi fasilitator di TK Aisyiyah Sidomulyo, membantu pembagian MBG (mungkin singkatan seperti “makanan bergizi” atau “menu berbasis gizi”—dapat dijabarkan bila dokumen lengkap), serta menggerakkan kegiatan rutin seperti yasinan, tabliq, dan dukungan khutbah Jumat. Dalam perayaan kemerdekaan, mereka berperan aktif mengorganisasi lomba, menjadi wasit garis, dan mendampingi Karang Taruna dalam menyemarakkan 17 Agustus. Program unggulan seperti komposting, pengelolaan sampah (compost bag dan buis), video profiling, dan penentuan logo produk terus diolah sampai detik-detik penutupan.
Menjelang akhir pengabdian, keterlibatan mahasiswa menjadi semakin menyeluruh. Mereka melakukan editing video profil kesenian, membantu pembagian MBG di Posyandu Cempaka Dusun Tanjung, memfinalisasi labelling produk tenongan, dan mempersiapkan penampilan kosa kata Bahasa Arab dalam lagu untuk penutupan TPQ An-Nur. Di momen-momen ini, masyarakat dan mahasiswa tampak saling mendukung — saling menyemangati untuk rancangan akhir pengabdian.
Meskipun dokumentasi belum memaparkan daftar program kerja formal secara resmi, kronologi harian kegiatan kelompok ini menunjukkan visi yang menyeluruh: memadukan edukasi, identitas budaya, lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi lokal lewat produk tenongan. Keberadaan mahasiswa bukan sekadar sebagai “tamu pengabdian”, melainkan sebagai penjalin dialog aktif antara pengetahuan kampus dan realitas desa Dayu.
Jejak mereka dari museum, jalan-jalan desa, ruang TPQ, hingga aksi di lapangan — semua menyisakan harapan agar semangat kreatif dan usaha lokal terus tumbuh meskipun masa KKN selesai. Desa Dayu kini memiliki kenangan bahwa perubahan dapat hadir dari kolaborasi kecil, kehadiran yang nyata, dan langkah-langkah terukur, yang diharapkan menjadi pijakan baru bagi pengembangan potensi lokal di masa mendatang.
Penulis: Nadina Sri Halimah (Oktober 2025)